Lagi Warga Lingkar LIA Datangi DPRD

LOMBOK TENGAH, sasambonews.com,
Penyelesaian sengketa lahan Lombok Internasional Airport (LIA) masih ngambang. Karena dari hasil hearing yang dilakukan, warga lingkar LIA dengan Pemkab Loteng, BPN dan Angkasa Pura (AP) I LIA, ternyata belum ada titik terangnya.

Walaupun, warga LIA telah menyerahkan data atau dokumen hasil investigasi terhadap persoalan lahan di LIA. “Supaya tidak menyisakan masalah terus menerus, saat ini kami serahkan data,” terang L Tajir selaku pendamping warga Lingkar LIA saat hearing di ruang rapat paripurna DPRD Loteng, Rabu (1/3).

Karena kalau tidak hari ini (kemarin red) kata Tajir, tidak buka-bukaan soal data, maka persoalan ini akan terus berlarut-larut menjadi masalah. Untuk itu, tantang Tajir, mari buka-bukaan soal data. Jangan ada dusta di antara kita. “Pokoknya BPN dan AP I harus jujur, jangan sembunyikan sesuatu dari kami. Dan jangan mewarisi kejahatan lama, dari orang-orang yang telah melakukan kecurangan dulu. Artinya, jangan gara-gara tidak sebagai pelaku saat itu, lantas kita mewarisi kejahatan mereka,” ujarnya.

Untuk itu, kalau memang data yang kita berikan itu salah, maka silahkan buktikan. Dan kalau memang data itu benar, mari kita selesaikan. Apalagi, dari data yang diserahkan itu, terdapat sejumlah kejanggalan. Seperti lahan dibagian utara. Dimana, ditemukan ada selisih dari jumlah sebenarnya, setelah ditarik dari titik korodinatnya. “Mari kita selesaikan persoalan ini secepatnya. Sehingga kita tahu, siapa yang salah dan siapa yang  benar,” ucap Tajir dan sembari menyerahkan dokumen yang dimilikinya, serta diterima Ketua Tim Fasilitator Rekomendasi Komnas HAM, HL Mohammad Amin.

Sedangkan, salah satu pemilik lahan, Ramli mengatakan, dari hasil kroscek yang telah dilakukan di sedahan, baik sedahan Pujut dan Praya Barat I, ditemukan ada 19 titik yang bermasalah. Karena ditemukan ada selisih luas lahan yang diklaim saat ini oleh pihak AP I. “Terhadap persoalan ini kami bukan hanya omong saja. Tapi rill sesuai hasil investigasi dan bukti yang kami miliki,” ujarnya.

Perlu diketahui juga lanjut Ramli, dulu terhadap pembebasan lahan itu tidak dibayar sesuai dengan NJOP. Padahal, NJOP saat itu sebesar Rp 35 ribu. Namun, faktanya NJOP yang dipakai untuk membayar lahan saat itu, adalah NJOP terendah yakni sebesar Rp 24 ribu. Dan faktanya, malah mereka hanya membayar sebesar Rp 200 ribu per are. “Jadi kemana sisa yang Rp 4 ribu itu, kalau dibayar hanya sebesar Rp 200 ribu per are,” katanya.

Sementara, dari BPN Praya, Junaidi menuturkan, pembebasan lahan di LIA itu sudah sesuai dengan prosedur. Dari data yang ada, semua tahapan sudah dilakukan. Mulai dari sosialisasi, inventarisir soal kepemilikan lahan, pengukuran, negosiasi dan hasil kesepakatan pembayaran ganti rugi atas pelepasan hak tanah. “Semua ini berdasarkan data yang kami miliki,” singkatnya.

Dari AP I yang diwakili Bidang Hukum dan Humas, I Nyoman Siang juga mengatakan hal senada. Dimana, semua sudah sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Dan saat ini, lahan itu sudah menjadi satu kesatuan dan hak LIA sesuai dengan HPL. “Kalau persoalan yang dulu kami tidak tahu. Karena ketika itu kami tidak selaku pelaku,” ujarnya.

Selain itu, L Agus Sarjana mengatakan, agar persoalan ini tidak berlarut-larut. Ia meminta kepada tim penyelesaian sengketa untuk membuat sekejul yang jelas. Sehingga,  persoalan ini selesai. “Kalau seperti ini, saya lihat tidak akan selesai. Karena tidak ada sekejul yang jelas dalam menyelesaikan persoalan ini,” singkatnya.

Ketua Tim Fasilitator Rekomendasi Komnas HAM, HL Mohammad Amin mengatakan, data yang telah diberikan itu, akan dikaji dan dipadukan dengan data yang ada, baik dari BPN, AP dan Pemkab.

Apalagi, lahan di LIA itu telah terjadi tiga kali pembebasan. Dimana, tahun 1995 dibebaskan sekitar 550 hektar, tahun 2005 sekitar 12 hektar dan ketiga ada tukar guling. “Jadi dari data yang kami punya inilah, kami akan padukan. Sehingga, sejauh ini kami belum bisa mengambil sikap,” ucapnya.

Sementara Ketua Komisi I DPRD Loteng, Samsul Qomar meminta semua pihak tidak usah malu-malu bawa data dan faktanya. Kalau memang nanti ditemukan ada selisih, maka harus dilakukan pengukuran ulang. Tapi kalau tidak ditemukan selisih, maka persoalan ini dianggap selesai. “Kami minta seminggu semua data sudah terkumpul.  Dan Rabu datang, persoalan ini bisa selesai. Apalagi, persoalan ini sudah lama. Dan BPN juga harus bawa data, jangan seperti tadi yang hanya bawa diri saja, tanpa bawa data,” pungkasnya. |dk

Subscribe to receive free email updates: